Translate

Kamis, 17 Januari 2013

Satelit Mata-mata AS
Intai Indonesia
Satelit/Foto: Istimewa
Selalu ingin tahu urusan negara lain. Begitulah AS dan sekutunya. Berita Kompas (4/6/03)misalnya, mencuatkan fakta bahwa perilaku itu mendekati kebenaran. Pasalnya, baru beberapa hari TNI menyerbu Aceh satelit mata-mata AS, Orion, sudah nongkrong di atas Sumatera. Mau ngapain lagi?
Diantara 30 satelit mata-mata AS, Orion tergolong paling ahli dalam urusan sadap-menyadap. Mulai dari pembicaraan telepon biasa, handy-talkie, hingga komunikasi dengan sinyal teracak (encrypted), semua bisa disadap. Orion pula yang digunakan Dinas Intelijen AS atau CIA untuk melacak jaringan Al Qaeda hingga ke Pakistan.
Sedemikian gawatkah Indonesia?
Apa yang kita pikirkan harus diakui tak sesederhana yang mereka pikirkan. Apalagi jika sudah berkaitan dengan gerakan bersenjata. Dalam sejarahnya, intel adikuasa memang selalu ingin tahu lebih dulu walau harus terabas negeri orang.
Percaya atau tidak, sesungguhnya tak hanya Aceh dan baru sekarang Orion beroperasi di atas Indonesia. Kepada NBC News (12/9/99), Robert Windrem pernah melaporkan, ia sudah nyadap pembicaraan petinggi RI sejak 1975. Kala itu, dari ketinggian 22.300 mil, fokusnya adalah yang berhubungan dengan operasi ABRI di Timtim.
Entah apa pertimbangan-nya. Yang jelas, Washington menilai kasus Timtim prioritas banget. Jadi jangan kira pengerahan kapal atau pesawat yang diatur rahasia luput dari perhatian Washington.
Laporan yang sama menyebutkan pula, AS tak turun sendirian. Penasehat Keamanan Gedung Putih atau National Security Agency biasa menggunakan tangan Australia dan Selandia Baru lebih dulu. Itu karena setelah diikat Traktat UKUSA, kedua negara bertanggung-jawab atas segala kejadian di sekitar Papua Nugini.
Akan tetapi Australia "lebih sopan". Mereka hanya menggunakan "kuping" elektronik yang dipasang di Teluk Shoal, dekat Darwin. Fasilitas ini didirikan tak lama sebelum Palapa A diluncurkan. Karena gelombang Palapa terbuka untuk siapa saja, Australia pun tak pernah kesulitan menyadap seluruh gelombang yang lalu-lalang. Mulai dari siaran TVRI sampai bisik-bisik pejabat sipil-militer, disamber semua.
Kalau pun menemukan komunikasi teracak, Australia tak cemas. Tinggal menghubungi Echelon, semua akan beres dalam waktu singkat. Echelon adalah fasilitas pemecah kode milik NSA yang terletak di Fort Meade, Madison, AS. Sebagai sentral pemecah kode dalam jaringan satelit mata-mata Barat, Echelon mampu memecah kode hingga 300 digit. Setiap hari Echelon menyadap 300 miliar pembicaraan telepon, faksimili, dan e-mail di seluruh dunia.
Pengintaian toh tak selesai sampai di situ. "Kalau ada yang urgent, NSA tinggal perintah Australia kirim P-3 Orion," ungkap John Pike, dari Federasi Ilmuwan Amerika. P-3 bukan satelit, tapi pesawat intai. Pesawat inilah yang beberapa kali dikejar pesawat tempur Indonesia karena kerap masuk tanpa izin.
Dalam keadaan tak bisa dikendalikan lagi, barulah sang jagoan turun. Pentagon bisa mengerahkan kapal, pesawat, atau satelit. Selain Orion, AS masih punya KH-12, Corona, Mercury, dan Jumpseat dengan kualitas dan spesialisasi yang tak sama.
Kepada The Times (8/2/03), Menlu Colin Powell pernah mengungkap satu prestasi pengintai langitnya itu kala menyadap pembicaraan di sebuah markas militer Irak. Suatu ketika seorang kolonel Irak mengingatkan seorang kapten agar berhati-hati mengungkap kata "gas syaraf".
Kehebatan intelijen AS memang sebuah fenomena. Sejak 1999, Gedung Putih memberi anggaran 30 miliar dollar AS untuk operasi semu ini. Jumlah ini meningkat 10 miliar dollar setelah peristiwa 11 September.
Colin Powell seolah ingin menegaskan pada dunia bahwa hati-hati berurusan dengan Amerika. Tak ada satu pun tempat yang lolos dari kejaran AS.
Bagi negeri sehebat AS, sombong memang sah-sah saja. Tetapi dagelan kadang muncul dari keangkuhan. Simak saja polemik di London dan Washington belakangan ini. Tony Blair dan George W. Bush, Jr, terpaksa harus tutup muka gara-gara dinas intelijen mereka salah kutip data yang dijadikan landasan penting untuk menyerang Irak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar